BE! "THE FIRST FOLLOWER" of
banyankalpataru.blogspot.com
and get a special gift from me!
Tiga Toko Batik Pilihan
banyankalpataru.blogspot.com
1. Batik Terang Bulan
Alamat: Jalan Jendral A. Yani 108 (d/h 76) Selatan Kepatihan
Toko batik yang satu ini sudah berdiri di Jogja sejak tahun 1942. Memiliki banyak sekali produk batik yang dapat dibilang cukup konvensional. Penulis memilih Terang Bulan sebagai salah satu dari ketika toko batik yang mampu bertahan hingga saat ini.
2. Batik Mataram
Alamat: Jalan Malioboro (Seberang Mall Malioboro)
Jl. Suryadiningratan No. 20
Toko batik ini menjadi pilihan penulis, karena tempatnya yang nyaman di tengah hiruk-pikuk Malioboro, kualitas batik yang dapat dipertanggungjawabkan, design yang baik, elegan, dan terbatas sehingga sangat meminimalkan ada kesamaan dengan pengguna lainnya.
3. Dagang Batik Ny. Hj. Soegeng
Alamat: Pasar Bringharjo Sayap Utara Los I
Los yang satu ini, penulis jadikan pilihan dari sekian banyak pedagang batik di Pasar Bringharjo karena masih tetap menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan seniman konservatif. Jadi, ketika membutuhkan motif parang gendreh garudo, parang barong garudo, atau kain-kain yang digunakan untuk bermacam rangakaian upacara tradisional masih dapat kita temui disini. Maka tidak ada salahnya kalau penulis memilihnya sebagai salah satu dari ketiga pilihan batik tersebut.
Imogiri, komplek pemakaman Raja-Raja Mataram, bersemayam kokoh diatas perbukitan di selatan Kota Yogyakarta. Imogiri yang berarti gunung berkabut, memang saya menyaksikannya sendiri, bagaimana kabut mengelilinginya. Panorama yang tidak dapat saya lukiskan.
Awalnya saya ditawari untuk naik melalui sisi terdekat dari komplek pemakaman, tapi saya menolak, dengan alasan ingin napak tilas, juga menikmati segala keindahan yang disuguhkan dari bukit ini. Memang untuk memasuki komplek pemakaman terdapat dua akses. Pertama, melalui jalur konvensional, yaitu benar-benar merasakan jerih payah dalam mendaki ratusan anak tangga yang tergelar menuju ke komplek pemakaman. Atau jalur alternatif yang kendaraan dapat langsung parkir disebelah komplek pemakaman. Biasanya jalur ini juga sering digunakan oleh peziarah yang sudah lanjut usia.
Udara yang sejuk dan ditemani kicauan bermacam jenis burung-burung hutan (karena bukit ini juga dilindungi ekosistemnya oleh Kementrian Kehutanan), menemani saya yang sedang mendaki, sehingga sampai ke pemakaman tanpa terasa. Yang saya rasakan, ketika ingin berganti baju peranakan (baju dinas terbuat dari kain lurik biru berselang hitam yang biasa dipakai oleh abdidalem Kraton Yogyakarta, yang konon merupakan baju kesukaan Sunan Kalijaga), keringat keluar deras tanpa henti, sampai beberapa saat saya harus mengkipasi tubuh saya. Saya jadi sempat berpikir kalau tangga-tangga itu bisa menjadi alternatif untuk latihan cardio, alias pas buat yang ingin membakar kalori.
Memasuki bilik pertama atau yang sering disebut bangsal kasultanagungan yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Sultan Agung (1593-1645) yang dijaga oleh abdidalem dari dua istana, Yogyakarta dan
Bagi saya tentang perjalanan hidup Sultan Agung yang menarik adalah ketika beliau tetap gigih sampai ‘titik nol’ dan pelajaran nothing impossible at the future, ketika harus mendapati lumbung perbekalan di bakar oleh pihak VOC, sehingga banyak prajurit yang tewas akibat kekurangan perbekalan, dan beliau membalasnya dengan melemparkan mayat-mayat korban perang kedalam sungai-sungai yang melewati Batavia, sehingga disana muncul wabah kolera yang bahkan Gubernur Jendral VOC saat itu J.P. Coen harus meninggal dalam wabah itu. Jadi dapat dikabilang kalau perang merebut
Persis di samping makam beliau terdapat lantai yang mengeluarkan aroma wangi. Wanginya seperti wangi mawar segar, tapi tidak membuat pusing, tadinya saya sempat tidak begitu percaya tapi kenyataannya memang seperti itu. Dipercaya bahwa di lantai itulah jasad beliau disemayamkan, guna mengecoh bagi siapa saja yang ingin membongkar makam tersebut, dan memang saya akui memang wangi. Bangsal tersebut di makamkan juga permaisuri beliau Ratu Batang dan cucu beliau Amangkurat Amral dan Amangkurat Mas. Jadi saya sempatkan juga menziarahi beliau-beliau.
Berikutnya saya menziarahi tiga raja-raja terakhir Keraton Yogyakarta, yakni; Hamengku Buawana VII, VIII, dan IX. Pada masa Hamengku Buwana VIII lah tari jawa klasik
Kalau Sri Sultan Hamengku Buwana IX tidak diragukan lagi ketenarannya. Banyak sekali jasa-jasa beliau yang masih dapat kita kenang hingga saat ini. Menjadi wakil presiden pada masa Presiden Suharto, Menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan, Beliau juga yang mencetuskan masuknya Yogyakarta sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Memang butuh tenaga ekstra untuk menziarahi seluruh makam tersebut, karena selain memang harus menghadapi
Selanjutnya saya menziarahi almarhum Pakubuwana I dan Amangkurat Jawi. Makam beliau-beliau ini masih dijaga oleh para abdidalem dari dua keraton. Uniknya begitu saya mau berziarah, ternyata pintunya dikunci oleh dua gembok tua (yang bentuk gemuk, dan kuncinya sebesar jempol orang dewasa), jadi ketika saya harus masuk ada abdidalem dari keraton Jogja dan Solo yang mendampingi saya.
Begitu memasuki bilik pusara Pakubuwana I, yang kuncinya dipegang oleh abdidalem asal keraton Jogja. Suasana yang hampir sama dengan makam-makam yang lain, ditutupi kelambu, dan sumber sinar berasal dari sebatang lilin. Selesai berziarah, saya menuju senthong(bilik atau kamar tengah di dalam rumah adapt jawa) tempat pusara Amangkurat Jawi berada, dan saya pun berziarah disana.
Setelah itu saya mengakhiri perjalanan ziarah saya di Pajimatan Imogiri ini dengan membaca qasidah penutup yang diciptakan oleh seorang ulama dari Hadramaut, yang intinya mendoakan akan kebahagian bagi mereka yang kita ziarahi.
Selama berziarah saya tidak sendiri, ada beberapa kelompok dari wisatawan asing dan pegawai Sekolah Polisi di daerah Banyubiru, dan mereka tetap harus menggunakan busana wajib untuk berziarah. Bagi saya melihat mereka terkesan unik, mungkin karena bukan pakaian dinas kesehariannya.
Begitu meninggalkan saya sempatkan untuk membeli ‘minuman sampah’ khas Imogiri atau yang dikenal sebagai Wedang Uwoh. Bukan berarti sampah beneran, tapi karena bahan bakunya yang mudah diperoleh di hutan sekitar makam, kalau digabungkan seperti segenggam sampah, tapi untuk masalah rasa tidak diragukan lagi bagi pecinta minuman herbal tradisional, rasa hangat segera menjalar ke seluruh tubuh.