2.16.2012

Antara Pekalongan dengan Keris

Ini adalah perjalanan kedua kali saya ke kota Pekalongan. Kali ini saya menemani Bapak dalam acara peresmian Graha Tosan Aji Kota Pekalongan, karena saat ini Bapak adalah sekjen dari Sekretariat Perkerisan Nasional Indonesia (SNKI). SNKI itu sendiri menjadi wadah dan forum komunikasi masyarakat perkerisan di Indonesia yang ditangguhkan pada 24 Maret 2006 sebagai respon dari masyarakat perkerisan nusantara atas dikukuhkannya keris sebagai cagar budaya tak benda dari UNESCO. Saya beserta rombongan yang terdiri dari ketua SNKI yaitu Bapak Herman Sumarno (beliau sempat menjadi mentri SDM pada masa pemerintahan SBY jilid satu), penyanyi keroncong kondang Ibu Sundari Sukotjo yang beliu sekaligus menjadi public relation dari SNKI (belau tetap masih cantik), Mas Birul (wartawan majalah Keris), dan beberapa staff lainnya, jadi kami serombongan berjumlah 10 Orang. 


Kereta Argo Muria berangkat dari Stasiun Gambir pada jam setengah delapan, yang kemudian tiba di Pekalongan pada jam setengah satu siang, everything was ontime. Di Pekalongan kami menginap di wisma dinas milik pemerintah kota Pekalongan. Wisma tersebut mungkin untuk lingkup kota Pekalongan sudah termasuk rumah mewah sih. Jadwal pertama adalah kunjungan ke Museum Batik Pekalongan, di dalamnya mungkin hampir dapat saya katakan sama saja dengan museum batik yang ada di kota Solo. Dipandu langsung dari pihak museum, kita diajak berkeliling untuk lebih mengenal Batik Pekalongan yang menjadi salah satu jagoan dari pada golongan corak batik pesisiran. 




Tampak Depan Museum Batik Pekalongan

Ciri khas yang dapat simpulkan dari Batik Pekalongan dari sudut pandang saya adalah warnanya yang ‘kuat’ dan berani, seolah si pemakai siap untuk menjadi pusat perhatian dari khalayak. Jikalau warnanya tersebut terbuat dari pewarna alam, maka kesan vintage akan terlihat. Saya juga melihat kalau Batik Pekalongan sangat pas dengan kebaya encim. Hal itu terlihat dari contoh manekin yang terpajang di dalam museum. Dapat saya bayangkan bagaimana cantiknya gadis-gadis pekalongan dulu disaat mereka berlenggang menuju pasar menggunakan payung berbahan kertas, berlukis bunga warna-warni atau burung phoenix. Kulit-kulit mereka yang coklat melenggam karena terbakar matahri pesisir pantai, namun manis. Menjadikan kesan sangat ayu, lincah, dan memiliki eksotika tersendiri dalam benak saya. Ya… kemerdekaan jiwa wanita tergambar jelas melalui Batik Pekalongan. 


Disana kami diajak untuk melihat bagaimana proses pembuatan batik. Bukan cerita yang baru bagi saya untuk ini, karena saya pun sering meluangkan waktu saya jika di Indonesia dengan membatik. Bapak-bapak dalam rombongan ‘bergotong royong’ dalam membuat batik cap, sedangkan saya berserta Ibu Sundari, Ibu Ani, dan Mbak Syita membatik tulis.


Oh ya, saya perkenalkan dengan Bapak Goura, beliau adalah sosok pelaku dan pemerhati kebudayaan Indonesia asal Melbourne, Australia. Kehebatan belaiu akan kebudayaan Indonesia sudah diakui dimana-mana. Mendalang dan mocopatan menjadi keahliannya, Pengakuan Wayang, Batik, Angklung, Keris, dan Tari Saman dari UNESCO juga berhasil atas campur tangan beliau. Sosok yang tinggi, namun tetap bersahaja, vegetarian, dan yang terpenting njawani sangat terlihat sekali. 


Pada kesempatan kali ini beliau berhasil membuat kebanyakan masyarakat Indonesia malu dengan kebisaan beliau akan menembangkan Macapat. Beliau melakukannya pada saat sarasehan di malam sebelum acara peresmian. Kebetulan macapat kali ini ditembangkan untuk menasehati bapak saya hehehe. Pada malam sarasehan juga saya melihat seorang ibu bersedia menembang sebuah macapat yang biasanya syairnya dilantunkan ketika penjamasan sebuah pusaka. Mendadak ruangan tersebut begitu sunyi ketika tembang itu diperdengarkan. Isi dari tembang tersebut mengandung makna dari keadiluhungan tosan aji. 


Hari Sabtu, 14 Januari 2012 adalah hari peresmian dari Graha Tosan Aji Kota Pekalongan, serta pengukuhan paguyuban pecinta tosan aji di Kabupaten Pekalongan yang bernama Kendali Rangah, yang berarti pengendalian terhadap hawa nafsu jahat. Bapak Walikota rawuh sekaligus meresmikan Graha Tosan Aji Kota Pekalongan. Acara tersebut dimeriahkan oleh penamipilan dari beberapa grup keroncong, penampilan dari Ibu Sundari Sukotjo sendiri, Tari Keris, dan Drama fragmen kehidupan Mpu Suratman Ketip. Puncak acara adalah pembukaan Graha Tosan Aji Kota Pekalongan oleh Bapak Wali Kota Pekalongan. Gedung sederhana di lantai 2 menjadi wadah resmi dari para pecinta tosan aji. Sering Bapak Wali Kota mengingatkan agar terus untuk melestarikan kebudayaan bangsa ini, khususnya dalam kesempatan ini adalah keris. Dengan terbelahnya rangkaian bunga melati di depan regol masuk Graha Tosan Aji, maka berakhirlah sudah acara tersebut, disamping itu, diperlihatkan juga kepada para pengunjung bagaimana cara mewarangi keris dan membuat warangkanya. Dengan demikian diharapkan pula banyak generasi muda di kota pekalongan (khususnya) lebih tertarik untuk mengenal lebih dekat dengan keris.

No comments:

Post a Comment